Kamis, 08 September 2011

ENAKNYA JADI KORUPTOR DI INDONESIA



Oleh:

SABUR MS, S.H.I., M.H.[1]




Enaknya jadi koruptor di Indonesia, setiap tahun besar dapat remisi…..

Di Indonesia ternyata masalah kasus korupsi masih dianggap kasus pidana biasa, bukan lagi extra ordinary. Rialitas ini tentunya sangan kontra dengan jargon pemerintahan SBY dalam semangat “perang melawan koruptor” sehinggga tidaklah heran bila masyarakat mempertanyakan komitmen pemerintahan saat ini. Bukti nyata adalah pernyataan Menkumham bahwa terpidana korupsi mempunyai hak yang sama dengan terpidana lain dalam memperoleh tunjangan “remisi”. Berarti tidak ada bedanya dong dengan terpidana “pencuri ayam” didesa-desa?
Remisi dan Free-misi
Kasus-kasus korupsi yang mengeruk dana rakyat miliyaran rupiah tidak hanya masyarakat terasa terusik dan terlukai, melainkan akan menghambat agenda yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat terbengkalai atau dilaksanakan tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan pemerintah. Karena demikian,  masalah kasus korupsi sangat erat dengan rasa keadilan masyarakat. Kasus korupsi lebih dahsyat dampaknya terhadap kehidupan masyarakat, jadi kurang relevan bila koruptor diasumsikan sebagai tindak pidana yang mempunyai hak sama dengan terpidana lain. Sebab dalam kasus korupsi ada hak rakyat yang sebenarnya tidak boleh dilupakan oleh pemerintah, yaitu hak penilaian secara obyektif. Obyektifitas penilaian masyarakat terhadap koruptor tentunya lebih peka daripada subyektifitas penilaian pemerintah dalam hal perlu dan tidaknya semua terpidana kasus korupsi untuk mendapatkan remisi sekalipun setengah hari. Hal ini di  karenakan masyarakat merasakan dampaknya secara langsung, berbeda dengan para pejabat yang tidak pernah hidup miskin. Kondisi pengalaman kehidupan yang berbeda ini seharusnya dijadikan dasar kuat oleh pemerintah khususnya Menkumhan dalam memberikan sebuah kebijakan. Jangan berlindung di balik Undang-undang yang kemudian terjadi saling menyalahkan dengan DPR maupun LSM yang mengkritiknya.
Hal ini diperparah lagi oleh pernyataan salah satu anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang menyebutkan bahwa pemberian remisi terhadap para koruptor tidak melukai hati rakyat. Sebagai salah satu bagian masyarakat, penulis sangat tersinggung dan hak penulis sebagai rakyat merasa turut di “korupsi” oleh oknum Satgas Pemberantasan Mafia Hukum tersebut. Sebagai pejabat yang menjalankan amanah rakyat seharusnya pernyataan yang bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat tidak perlu diucapkan. Jadikan semangat pemberantasan korupasi sebagai ajang memperkuat barisan persatuan dengan masyarakat, agar apapun bentuk pernyataan maupun kebijakan dapat memperkuat keyakinan masyarakat terhadap apa yang akan dilakukan oleh para pejabatnya.
Sebab mensejajarkan kasus korupsi dengan kasus “maling ayam” lainnya hanya bisa diterima oleh orang-orang yang masih terbelit mental korup dan buta akan penderitaan masyarakat akibat dampak dari para pelaku koruptor. Para pejabat yang demikian semestinya out dari pemerintahan karena sudah tidak layak dan terlalu prematur dalam melihat kasus-kasus pidana seperti kasus korupsi. Mereka tidak lagi memberikan remisi, tapi mereka sudah kehilangan misi (free-misi)
Remisi dan Mafia Hukum
Kata “remisi” dan “mafia hukum” adalah dua bentuk kata yang masing-masing mempunyai tujuan yang berbeda. Perbedaan tersebut dikarenakan disatu sisi bermakna penghargaan bagi para terpidana yang telah berprilaku baik selama dalam tahanan sehingga diwujudkan dengan adanya potongan masa hukuman. Sementara kata “mafia hukum” pada dasarkan digunakan sebagai terminologi terhadap segala penyelewengan yang dilakukan oleh para penegak hukum terhadap hukum itu sendiri.
Kedua terminologi diatas pada konsep dasarnya sangat berbeda dari segi tujuan. Akan tetapi akhir-akhir ini, kedua kata tersebut mulai kabur dan sulit untuk membedakan fungsi dan tujuan “remisi” dan “mafia hukum” tersebut. Kakaburan dalam konteks ini adalah karena tiadanya makanisme dan standar “remisi” yang layak dan pantas untuk diberikan kepada seorang terpidana. Hal ini akhirnya menimbulkan kontroversi dikalangan masyarakat dengan satu kata “remisi” pada seorang koruptor adalah tindakan yang menlukai hati masyarakat. Mengapa harus merasa terluka? Korupsi merupakan kejahatan systematis yang melebihi kekejamannya dari kasus pembunuhan yang sering terjadi. Perbandingannya terletak dari beban systematis dampak dari perbuatan korupsi yang memiskinkan jutaan masyarakat di Negeri ini, sementara kasus pebunuhan “konvensional” paling banter satu orang hanya bisa menghilangkan 1-3 nyawa orang. Rialitas ini akan menjadi sebuah taruhan bagi para pejabat dalam meletakkan kejujuran dan kesadaran terhadap dampak besar dari perbuatan korupsi sekalipun sulit untuk diharapkan mengingat pejabat Negara kita dapat dikatagorikan masuk peringkat pertama pejabat dunia paling “gengsi-an”. Seakan mengaku dan meminta maaf atas “kesalahan” terhadap statemen atau perbuatan yang nyata-nyata tidak logis dan bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Tapi  kenyataannya justru berlindung dibalik UU yang nota bena sebagai benda mati. Sebagai benda mati, UU tidak akan bisa bergerak seiring dengan perkembangan zaman. UU akan bisa kenyal bila hati manusia “pejabat” kanyal dan peka terhadap rialitas masyarakat. Janganlah norma yang bersifat umum kemudian ditafsirkan sebagai bentuk persamaan hak. Dimanapun, kasus “korupsi” dengan “maling ayam” tidak sama beban hukumannya. Ketidak samaan tersebut apakah relevan diperlakukan sama dalam memperoleh hadiah “remisi”? Kalau demikian, mungkinkah masih relevan untuk membedakan antara “remisi” dengan “mafia hukum” itu sendiri? Jangan-jangan kebijakan pemebrian “remisi” kepada koruptor justru akan menjadi sub bagian dari perbuatan “mafia hukum”.!
Mereaktualisasikan Konsep Remisi
Pemahaman terhadap konsep “remisi” perlu direaktualisasikan kembali. Reaktualisasi konsep tersebut sebagai upaya menempatkan “remisi” pada koridor yang dapat melahirkan sebuah standar penggunaan dengan tidak mencederai rasa keadilan masyarakat. Kansep ini setidaknya akan memuat beberapa kriteria yang melingkupi; jenis pidana (kasus), besarnya hukuman, dan  prilaku selama ada didalam tahanan.

1.      Jenis Pidana (kasus)
Untuk mendapat “remisi” hukuman, seorang terpidana harus dilihat dahulu bentuk pidana yang dilakukan. Klarifikasi suatu kasus pidana pada seorang terpidana akan lebih menjamin penerapan “remisi” kearah yang lebih obyektif dan transpsran. Karena kesamaan “hak” bagi terpidana sebagaimana dikatakan Kemenkumham, masih bersifat multi tafsir. Sebab kata “hak” tidak bisa langsung diartikan sebagai sebuah “kewajiban” melainkan masih baru bersifat fakultatif sehingga tidak dapat dibenarkan bila kemudian kata “persamaan hak” diartikan semua terpidana wajib mendapatkan “remisi”.
2.      Besarnya Hukuman
Besarnya hukuman erat kaitannya dengan bobot pelanggaran pidana yang dilakukan seseorang. Seorang Koruptor tentunya tidak sama hukumannya dengan Pencuri Ayam kecuali hakimnya sudah pikun. Perbedaan jenis pidana tersebut juga menyangkut dengan “hak” orang banyak. Maling ayam kemungkinan hanya menyankut dengan 1-5 orang, sementara Koruptor berkaitan dengan jutaan hak masyarakat. Untuk itu tentu sangat tidak logis bila persamaan hak dalam memperoleh “remisi” diberlakukan juga bagi para koruptor yang nota bena memakan uang masyarakat banyak.
3.      Prilaku Ditahanan
Tidak diabaikan bahwa prilaku selama ada di tahanan bagi Terpidana sebagai salah satu indikasi sebagai refleksi penyeselan terhadap apa yang mereka lakukan. Akan tetapi, berprilaku baik didalam tahanan tidak bisa dijadikan alasan kuat, terlebih para koruptor, untuk memberikan “remisi”. Karena prilaku baik dalam tahanan belum tentu sepadan dengan tindakan korupsi yang melibatkan uang masyarakat sehingga masyarakat sendiri terjerumus pada jurang kemiskinan dan semakin banyaknya keterputusan anak sekolah.
Kriteria diatas hanya sebagian dari upaya meluruskan kembali tentang konsep serta implementasi “remisi” yang selama ini masih dipertanyakan. Sebab pada dasarnya, implementasi konsep “remisi” wajib memperhatikan ke adilan hukum, bukan keadilan norma sebagaimana dipahami selama ini. Keadilan hukum adalah keadilan yang mencerminkan adanya penempatan serta pemilahan sebuah kasus, mempertimbangkan suara rakyat yang kemudian baru ketentuan norma hukum (sebagai benda mati). Bila hal ini dapat dikaji secara matang dan sistematis, maka implementasi “remisi” yang diamanatkan UU Kemasyarakatan akan dapat memenuhi apa yang disebut “keadilan masyarakat” atau keadilan hukum.
Jadi sangat ironis apabila Negara ini sebagai Negara Hukum tetapi tidak bisa memberikan keadilan pada rakyatnya. Jangan sampai Negara Hukum yang dijadikan dasar oleh Negra ini justru merefleksikan diri sebagai Negara Rimba karena ketidak becusan pejabat-pejabat yang membidangi hukum.
Penutup
Sebagai akhir dari tulisan ini, mari kita pahami hukum secara obyektif dan konprehensif agar dapat tercapai apa yang sebenarnya dicita-citakan dalam proses pembentukan hukum itu sendiri. Penulis sarankan, para pejabat penegak hukum agar mampu menterjemahkan tujuan substansi hukum yang sebenarnya. Jangan mau terjebak oleh ketentuan norma yang bertentangan dengan asas keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat.



[1]. Alumni Pascasarjana Magister Hukum Universitas Islam Malang, Ketua Umum DPP Ikatan Alumni Pondok Pesantren Miftahul Ulum (IKAPMI) dan Koordinator Lembaga Advokasi Hukum Malang 

Jumat, 26 Agustus 2011

Mencari Keadilan Ditengah Ketidakpastian Norma Hukum


 
Oleh:

SABUR MS, S.H.I, M.H[1]



Penulis sempat ditanyakan oleh salah satu masyarakat terkait perseteruan antar KPK dan Polri. Ternyata perseteruan dua lembaga penegak hukum juga benar-benar mendapat perhatian masyarakat yang sejatinya tidak paham apa itu hukum. Penulis sempat menjawab bahwa perseteruan yang terjadi tidak hanya sekedar permasalahan mental para penegak hukum kita akan tetapi prodak hukum yang dikeluarkan masih menyisakan masalah legalitas hukum. Seperti tumpang tindihnya norma hukum yang ada dimasing-masing Undang-undang itu sendiri. Jadi bisa dikatakan Indonesia sebagai negara hukum yang tidak adanya kepastian hukum sehingga norma hukum bisa ditegakkan menurut kepentingan bukan atas dasar keadilan hukum yang sebenarnya.
Pasal 32 KPK: Norma Hukum Tanpa Asas
Keberadaan sasas hukum jarang sekali dijadikan suatu pertimbangan bagaimana ketika prodak hukum itu akan dirumuskan. Penyusunan prodak hukum lebih cenderung mengedepankan angin politik murni, kendati prodak hukum tidak bisa lepas dari prodak politik akan tetapi tidaklah relevan bila melepaskan diri proses ilmiah yang mengatur bagaimana norma hukum itu sendiri bisa kuat dan tidak mudah dipatahkan ditengah jalan. Sekarang tidak sedikit prodak hukum mati dipersimpangan jalan, bahkan ada yang meninggal sebelum diberlakukan karena Mahkamah Konstitusi menganggap bertentangan dengan UUD 45. Kejadian tersebut tidak hanya menimpa pada satu UU saja, melainkan tidak sedikit yang bernasip naas di palu Mahkamah Konstitusi.
Potret ini akan menjadi sebuah pertanyaan, mengapa norma hukum dalam UU yang telah ditetapkan banyak yang  mati belum diterapkan? Pertanyaan ini tentunya tidak hanya bisa dijawab dengan sebuah kata-kata yang mengkambinghitamkan seseorang, akan tetapi persoalan ini semestinya menjadi suatu pelajaran bagi masyarakat bahwa membuat prodak hukum seharusnya dapat dibedakan ketika membuat kue yang hanya terfokus bagaimana menghasilkan rasa yang nikmat dan disukai konsumen. Artinya bahwa proses pembuatan prodak hukum memerlukan kajian ilmiah secara utuh sesuai dengan kaedah Ilmu hukum. Penyesuaian tersebut tentunya dalam kerangka agar terjadi kepastian hukum dan keadilan yang selama ini menjadi pertanyaan masyarakat. Contoh yang terjadi dalam norma hukum di UU tentang KPK dan norma hukum yang terdapat di KUHAP. Didalam UU tentang KPK Pasal 32 ayat 1 huruf c yang mengamanatkan bila Pimpinan KPK menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan maka akan diberhentikan. Berbeda dengan Pasal 32 ayat 1 huruf c adalah asas hukum yang terdapat dalam penjelasan KUHAP huruf c yang menyatakan bahwa “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan  dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”, hal ini juga dirumuskan dalam UU No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Pertentangan norma hukum dan asas hukum seperti disebutkan diatas akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang seharusnya tidak perlu terjadi. Dalam perspektif Ilmu hukum, posisi asas tentunya lebih tinggi dari posisi norma. Penempatan asas yang secara hirarki lebih tinggi seharusnya dapat diterjemahkan dalam sebuah norma yang baik dan tidak bertolak belakang sekalipun hal itu dapat diargumentasikan sebagai perlakuan khusus yang biasa disebut lex spesialis. Kita akui bahwa lex spesialis merupakan salah satu kaedah dalam ilmu hukum yang diharapkan bisa menjawab dinamika hukum yang terjadi dimasyarakat, akan tetapi kaedah tersebut tentunya tidak bisa begitu saja di implementasikan dengan berlindung dibalik perspektif perlunya perlakuan khusus.
Lex Spesialis dalam Perspektif
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa lex spesialis merupakan salah satu bagian kaedah hukum yang diharapkan bisa menjawab perkembangan dinamika hukum dimasyarakat, bukan menjadi bagian ketidak pastian hukum. Tujuan ini mengisayaratkan bahwa penggunaan kaedah lex spesialis masih memerlukan pembatasan secara ilmiah sehingga keberadaannya tidak mudah dijadikan topeng yang sejatinya akan menimbulkan permasalahan hukum. Pembatasan ini merupakan suatu upaya bagaimana prodak hukum yang akan dikeluarkan benar-benar akan menjadi pelindung keadilan dan kepastian hukum di masyarakat. Untuk itu, implementasi kaedah lex spesialis diharapkan tidak hanya sebatas terhadap kasus-kasus legalistic, melainkan semua jajaran penegak Hukum harus berani menterjamahkan lex spesialis sebagai bagian upaya memerikan terobosan hukum seperti yang pernah dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dengan pola tafsir yang disebut sebagai “keadilan substantf”.
Paradigma hukum yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dengan mengacu pada “keadilan substantf” sebenarnya dapat juga dan bahkan harus dilakukan oleh lembaga Pengadilan disemua tingkatan kendati harus bertabrakan dengan dhohir norma hukum dalam sebuah UU itu sendiri. Ketentuan tersebut dengan catatan bahwa norma tersebut telah mencidrai rasa ke adilan substantif masyarakat yang hal tersebut telah bertentangan dengan tujuan dilahirkannya UU itu sendiri. Apa dasar hukumnya? Paradigma penegakan hukum yang berorientasi terhadap sebuah keadilan hukum (bukan keadilan norma semata) adalah putusan-putusan pengadilan Mahkamah Konstitusi. Sebagai lembaga penjaga apa yang telah di amanatkan UU 45, semua putusan Mahkamah Konstitusi setara dengan segala jenis UU.
Jadi sekarang tinggal kita kembalikan kepada semua elemen yang ada di lembaga peradilan, maukah mereka sedikit melonggarkan jeratan tali yang selama ini mengurung pola fikirnya? Ada dua hal yang mungkin bisa menjawabnya. Pertama; seorang hakim harus benar-benar mumpuni dalam permasalahan Ilmu Hukum. Kedua; seorang hakim harus mempunyai hati nurani dan komitmen yang besar dalam penegakan sebuah ke adilan hukum. Dua hal tersebut bersifat integratif yang harus terpenuhi pada diri seorang hakim, kalau tidak maka ke adilan hukum yang banyak di impikan masyarakat akan tinggal khayalan sampai usia dunia ini berakhir.

Penutup
Sebagai kata penutup dari tulisan ini, maka seorang calon penegak hukum terlebih dahulu harus disiapkan mental rohani, mental intelektual dan proses seleksi yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai integritas rohani dan intelektual yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Maka penulis usulkan; mungkin sudah waktunya pemerintah melibatkan seorang ulama’ khos dalam proses penyeleksian para calon hakim di Negeri ini agar integritas krohanian para calon hakim dapat diminimalisir.


[1]. Alumni Pascasarjana Magister Hukum Universitas Islam Malang, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Ikatan Alumni Pondok Pesantren Miftahul Ulum (IKAPMI) Malang dan kader Gerakan Pemuda ANSOR Kabupaten Malang. http://saburMH.blogspot.com

DPP IKAPMI


STRUKTUR DEWAN PENGURUS PUSAT
IKATAN ALUMNI PONDOK PESANTREN  “MIFTAHUL ULUM”
( I K A  P M I )
MALANG JAWA TIMUR PERIODE 2010-2012


Pengasuh                                            : Drs. K.H. Alimuddin As’ad, BcHk

Dewan Penasehat                           : K.H. Muhammad Cholili
                                                                  Drs. K.H. M. Hamim Kholili, M.A
                                                                  Ust. M. Ridwan Cholili, ST
                                                                  Gus Imal Mukobid Yusrol Waro (Gus Yus)

Dewan Pembina DPP IKAPMI     : Prof. Dr. KH. Ja’far Munir, Drs, MA
  Dr. KH. M. Fauzan Zenrif, Drs, M.A
  Dr. Nyai Hj. Sulalah Alimuddin, Dra, MA
                                                                 
                                                                  
Ketua Umum                     : SABUR, S.H.I, M.H
Wakil Ketua Umum        : Ust. Samuli
Wakil Ketua                       : Ust. Umar Faruq
Wakil Ketua                       : Nur Kholif

Sekretaris Jendral           : ABDUL HUBIR, S.H.I
Wakil Sekjen                     : M. Mahrus, S. Hum
Wakil Sekjen                     : Syamsul Arifin, S. Pd. I

Bendahara Umum           : Rochmatulloh
Wakil Bendum                  : H. Romadhan


DEPARTEMEN-DEPARTEMEN
Pembangunan dan Prasarana Pon-Pes Miftahul Ulum

Coordinator                       : Abdul Manaf
                                                : Ngateman
                                                :  H. Cholil
                                                : Rahmatulloh

Hubungan antar Lembaga

Coordinator                       : Gus Nizar Ubaidillah
                                                : Maskur
                                                : Abdul Hamid
                                                : Syamsuddin
                                               
Politik dan HAM

Coordinator                       : Dahri Abdussalam, S.HI
                                                : Abdul Hafidz, SE
                                                : Mujtaba


Pendidikan dan Kaderisasi

Coordinator                       : Drs. Qosim
                                                : Abdul Adim, S. PdI
                                                : Drs. Khoirul Anam

Pengembangan Ekonomi:
Coordinator                       : Drs. H. Abdul Quddus
: H. Yusron
: H. Abdul Majid
LEMBAGA BADAN OTONOM

                 
Koprasi Ikatan Alumni Pondok Pesantren Miftahul Ulum (IKAPMI)

Direktur                               : Ust. H. Abdul Quddus
Wakil                                    : Ketua Pondok Pesantren Miftahul Ulum
Bendahara                          : Ustadah Hj. Jamila, S. Pd.I

Lembaga Amil Zakat Ikatan Alumni Pon-Pes Miftahul Ulum (IKAPMI)

Direktur                               : Ust. Mahmudi, S. Pd
Bendahara                          : H. Rochmatulloh
Pendanaan                         : Ust. Mustari
                                                : Nidhomuddin
Humas                                  : Ust. Abu Ya’kub
                                                  H. Abdul Majid
                                                  Salaim



KOORDINATOR  DAERAH


KORDA JAWA TIMUR
KABUPATEN MALANG
Kecamatan Gondanglegi:
  1. Abdurahman, S.H.I, M. Pd.I        : Telp. 085736023174
  2. Ust. Nizar Ubaidillah                      : Telp. 0341-8666282
  3. M. Zainuddin (Alex)                       : Telp. 0341-9002041

Kecamatan Pagelaran:
  1. Drs. Qosim                                          : Telp. 0341-7709786
  2. Ustadah Hj.  Jamila, S. Pd.I          : Telp.
  3. M. Qosim                                            : Telp.

Kecamatan Bantur:
  1. H. Damanhuri                                    : Telp.
  2.                                                                 : Telp.

Kecmatan Gedangan:

  1. Yulianto                                               : Telp.  0341-8396967     
  2. Askuri                                                   : Telp. 085815428080

Kecamatan Dampit:

  1. Sunari                                                   : Telp. 085231685153
  2. M. Salli                                                 : Telp.

Kecamatan Ampel Gading:
  1. M. Kholil                                             : Telp. 081334250594
2.       Irham Safari                                       : Telp. 081334950094
3.       Molyono                                             : Telp. 087859181795
Kecamatan  Pagak, Panjen, Kalipare dan Sumber Pucung:
  1. K. Moch. Zaini, S. Pd.I                    : Telp. 0341-3148088
  2. Abdul Qodir                                       : Telp. 0341-9535151
  3. Lukman Hakim, S. H.I, S. Pd        : Telp. 0341-5411845

Kecamatan Wajak:
  1. Syafi’I                                                   : Telp.
  2. Ust. Su’udi                                          : Telp. 0341-6763705

Kecamatan Bululawang:
  1. H. Alim                                                 : Telp. 0341-7741988
  2. Alim Hidayat                                     : Telp. 0341-6516000
  3. Maskur                                                 : Telp. 0341-6216950

Kecamatan Turen:
  1. Dahri Abdussalam, S.HI                                : Telp. 081333973994
  2. Ust. Ali Mubarok                             : Telp. 0341-7674742

Kecamatan Tumpang dan Pakis:
  1. Samsul Saputra, S.H.I                     : Telp. 0341-7615761
2.       Sukardi                                                 : Telp. 03418802954
3.       Syamsuddin                                       : Telp. 0341-9540365

KOTA  MALANG
Malang Kota:
  1. H. Rowi                                                                : Telp.
  2. Feri Apriyanto                                   : Telp. 0341-8689722
  3. Ust. Umar Faruq                               : Telp. 0341-8116102


Kecamatan Tajinan:
  1. Sutikno                                                                : Telp. 0341-7565164
  2. H. Atim                                                                : Telp.
  3. Mashudi                                              : Telp. 0341-7680777

KABUPATEN PASURUAN

  1. Umar Faruq                                        : Telp.
  2.                                                                 : Telp.

KOTA SURABAYA
  1. H. Hilmi                                               : Telp.
  2. Nur Cholis                                           : Telp. 081230532268
  3. H. M. Syaiful Aziz                            : Telp. 081230118999

KABUPATEN BANGKALAN
Kecamatan Tanah Mira:
  1. KH. Busyiri Alwi                               : Telp. 081330573706
  2. Kyai M. Mazin                                   : Telp. 031-77673200
  3. M. Nizar                                               : Telp. 087850071522

Kecamatan Sepolo:

1.       M. As’ary                                             : Telp. 087850007219
2.       M. Afandi                                            : Telp. 08125240229
3.       Ust. Ma’munillah                             : Telp. 087850000943

KABUPATEN SAMPANG
  1. KH. Syihabudin, S. Pd.I                  : Telp. 085230301114
  2. M. Toha                                               : Telp.

KABUPATEN GERSIK

  1. Abdul Hamid                                     : Telp.
  2. Nuruddin                                            : Telp.

KORDA KAL-BAR
Kabupaten Kubu Raya:
  1. Drs. H. Abdussalam, M. Si            : Telp. 081345922030
  2. Jauhari Ja’far, S. Ag                         : Telp. 081256744429
  3. Masidin                                               : Telp. 081345231997
  4. Muhammad Nur, S. Pd.I               : Telp. 081334101905/085762671894

Kota Pontianak:
  1. Misnawi                                              : Telp. 081257107714
  2. Ahmadi                                                                : Telp.

Kabupaten Pontianak:
  1. Kyai Nurudin                                     : Telp. 082148723532
  2. Ma’sum Faishol, S.HI, S. Pd         : Telp. 081333984374
  3. Abdul Aziz                                          : Telp.

Kabupaten Ketapang:

  1. Ahmad Yadi, S. PdI                          : Telp. 085252095707
  2. Sami’an                                                : Telp.

Kota Singkawang:

  1. Suhadi, S. Pd.I, S. Pd                       : Telp. 081345787725
  2.                                                                 : Telp.


KORDA KAL-TENG
1.       Agus Abdul Ghofir                          : Telp.  
2.       M. Munif                                             : Telp.

KORDA NUSA TENGGARA TIMUR
1.       Muhammad Syu’ef                         : Telp.
2.       Siti Haziyah                                        : Telp.

KORDA JAKARTA
  1. H. Agus Abdul Wasik                     : Telp. 081932792999
  2. Latif                                                       : Telp.
  3. M. Toyyib                                            : Telp.

KORDA JAMBI
  1. Ust. M. Masdar                                 : Telp. 085266777928
  2. Ribut Wahidi, S.H.I                         : Telp. 085266468845